Senin, 14 November 2016

0

Seni Budaya Islam di Indonesia

Image result for perkembangan seni islam diindonesia
Kesenian Islam Indonesia sebenarnya sangat minim bila dibandingkan dengan kesenian Islam di Negara lain. Hal ini disebabkan Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai sehingga seni Islam harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan lama, dan Nusantara adalah negeri yang merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga penduduknya lebih mementingkan masalah perdagangan daripada kesenian.  Walaupun demikian, Islam datang ke nusantara membawa tamaddun (kemajuan) dan kecerdasan.
Kesenian-kesenian Islam yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:

1.      Batu Nisan
Kebudayaan Islam dalam bidang seni mula-mula masuk ke Indonesia dalam bentuk batu nisan. Di Pasai masih dijumpai batu nisan makam Sultan Malik al-Saleh yang wafat tahun 1292. Hal yang dapat dicermati pada batu nisan ini dan merupakan indikator Persia yakni aksara yang dipahatkan pada batu nisan merupakan aksara shulus yang cirinya berbentuk segitiga pada bagian ujung. Gaya aksara jenis ini berkembang di Persia sebagai suatu karyaseni kaligrafi. Batu nisan Sultan Malik as-Saleh terdiri dari pualam putih yang di ukir dengan tulisan Arab yang sangat indah berisikan ayat al-Qur`an dan keterangan tentang orang yang dimakamkan serta hari dan tahun wafatnya. Makam-makam yang serupa dijumpai pula di Jawa, seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
Indikator Persia lain ditemukan pada batu nisan Na‘ina Husam al-Din berupa kutipan syair yang ditulis penyair kenamaan Persia, Syaikh Muslih al-din Sa‘di (1193-1292 Masehi). Ditulis dalam bahasa Persia dengan aksara Arab. Batu nisan ini bentuknya indah dengan hiasan pohon yang distilir (disamarkan) dan hiasan-hiasan kaligrafi yang berisikan kutipan syair Persia dan kutipan al‘Quran II: 256 ayat Kursi. Terkadang nisan-nisan ini juga dipahat­kan di atasnya kalimat-kalimat bernafaskan sufi, misalnya “Sesungguh­nya dunia ini fana, dunia ini tidaklah kekal, sesungguhnya dunia ini ibarat sarang laba-laba”, dan lain sebagainya.
Meskipun pada umumnya nisan yang kebanyakan dipesan dari gujarat ini bercorak persia, namun bentuk-bentuk nisan kemudian hari tidak selalu demikian. Pengaruh kebudayaan setempat sering mempengaruhi, sehingga ada yang bentuknya teratai, keris, atau bentuk gunungan seperti gunungan pewayangan. Namun, kebudayaan nisan ini tidak berkembang lebih lanjut.

2.      Perkembangan Aksara dan Seni Sastra (Kesusastraan)

Masuknya agama dan budaya Islam di Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan seni aksara dan seni sastra di Nusantara. Aksara dan seni sastra Islam pada awal perkembangannya banyak dijumpai di wilayah sekitar selat Malaka dan Pulau Jawa, walaupun jumlah karya sastra dan bentuknya sangat terbatas.

a.       Aksara masa awal Islam
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Penulis aksara-aksara (huruf-huruf) Arab di Indonesia, biasanya dipadukan dengan seni jawa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Huruf-huruf Arab yang tertulis dengan sangat indah itu disebut dengan seni kaligrafi (seni Khat). Seperti juga jenis karya seni rupa Islam lainnya, perkembangan seni kaligrafi Arab di Indonesia kurang begitu pesat, apalagi dibandingkan dengan negara-negara lain. Pernah pada awal kedatangannya digunakan untuk mengukir nama dan menulis ayat al-Qur’an di makam-makam terkenal, seperti makam wali Maulana Malik Ibrahim di Gresik dan makam Raja Pasai. Di makam itu ditulis dengan huruf Arab yang Indah, seperti nama, hari, dan tahun wafat serta ayat-ayat al-Qur’an. Namun, kelanjutan seni kaligrafi tidak terlalu berkembang karena penerapan kaligrafi Arab sebagai hiasan sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebab berikut :
·         Penggunaan seni kaligrafi Arab sebagai hiasan di Indonesia masih sangat terbatas.
·         Bangunan-bangunan kuno pada permulaan berdirinya Kerajaan Islam kurang memberi     peluang bagi penerapan seni kaligrafi.
·         Bangunan masjid-masjid kuno seperti masjid Banten, Cirebon, Demak dan Kudus  kurang memperhatikan penggunaan Seni Kaligrafi Arab.
Seni Kaligrafi hadir dengan kondisi yang kurang menguntungkan, tetapi dapat dikatakan tetap ada perkembangan, ini bisa dilihat dari kitab-kitab bacaan yang agak berkembang di Aceh dan kerajaan-kerajaan Islam lain yang ulamanya banyak menulis kitab-kitab agama. Ini bersamaan dengan berkembangnya seni sastra Islam berupa sya’ir-sya’ir dan penulisan kitab-kitab keagamaan. Selain itu juga karena seni kaligrafi tetap diperlukan untuk berbagai macam keperluan seperti :
·         Untuk hiasan pada bangunan-bangunan masjid.
·         Untuk motif hiasan batik.
·         Untuk hiasan pada keramik.
·         Untuk hiasan pada keris.
·         Untuk hiasan pada batu nisan dan,
·         Untuk hiasan pada dinding rumah
Sampai saat sekarang seni kaligrafi berkembang di Indonesia, terutama dalam seni ukir. Seni ukir kaligrafi ini dikembangkan oleh masyarakat dari Jepara.
b.      Seni sastra awal masa Islam
Sebagaimana halnya Hindu-Buddha, Islam pun memberi pengaruh terhadap seni sastra nusantara. Sastra yang dipengaruhi Islam ini terutama berkembang di daerah sekitar Selat Malaka (daerah melayu) dan Jawa. Di sekitar Selat Malaka merupakan perkembangan baru, sementara di Jawa merupakan kembangan dari sastra Hindu-Buddha.
Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.
Seni sastra zaman Islam yang berkembang di Indonesia yang mendapat pengaruh dari Persia, seperti cerita-cerita tentang Amir Hamzah, Kalilah dan Dimnah, Bayan Budiman, Kisah 1001 malam (alf lailah wa lailah), dan Abu Nawas. Hampir semua cerita salinan itu dinamakan hikayat dan dimulai dengan nama Allah dan shalawat nabi. Kebanyakan hikayat ini tidak diketahui penyalinnya. Sementara seni sastra yang masih dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama. Selain itu, kesusastraan Islam Indonesia adalah syair, di antara yang terkenal adalah syair sufi yang dikarang oleh Hamzah Fansuri, seperti syair perahu. Syair lain sama saja, tidak diketahui pengarangnya.
Karya-karya sastra bentuk prosa dari Persia sampai pengaruhnya kepada kesusasteraan Indonesia misalnya kitab Menak yang ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa yang semula ceritera dari Persia. Dalam bahasa Melayu menjadi Hikayat Amir Hamzah. Kitab Menak pada dasarnya serupa dengan kitab Panji, perbedaannya terletak pada tokoh-tokoh pemerannya. Ceritera-ceritera Menak dalam arti Hikayat Amir Hamzah, biasanya ditampilkan pula dalam pertun­jukan wayang golek yang konon diciptakan oleh Sunan Kudus, wayang kulit diciptakan oleh Sunan Kalijaga, dan wayang gedog diciptakan oleh Sunan Giri. Ceritera Menak jumlahnya tidak sedikit, misalnya kitab Rengganis yang banyak digemari oleh masyarakat Sasak di Lombok dan Palembang.
Hasil kesusastraan lain yang mendapat pengaruh Syi‘ah adalah Kisah Muhammad Hanafiah, mengisahkan pertem­puran Hassan dan Husein, anak-anak Khalifah Ali, di medan perang Karbala. Ditulis dan diterjemah­kan dalam bahasa Melayu pada sekitar abad ke-15 Masehi. Hikayat Amir Hamzah, merupakan kisah roman melegenda berdasarkan tokoh Hamzah ibn Abd. Al-Mutalib, paman Nabi Muhammad S.A.W. Kisah roman ini ditulis oleh Hamzah Fansuri, seorang ulama Melayu penganut tasawwuf.Mir‘at al-Mu‘minin (Cerminan jiwa insan setia) yang ditulis oleh Shamsuddin as-Sumatrani, seorang penasehat spiritual Sultan Iskandar Muda, murid dan penerus Hamzah Fansuri.
Para sastrawan Islam melakukan penggubahan-penggubahan baru terhadap Mahabarata, Ramayana, dan Pancatantra. Hasil gubahan ini misalnya Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Perang Pandawa Jaya, Hikayat Seri Rama, Hikayat Maharaja Rawana, Hikayat Panjatanderan, Hikayat Panji Kuda Sumirang, Hikayat Cekel Waning pati, Hikayat Panji Wila kusuma, Cerita wayang kinudang, Sya’ir Panji Sumirang. Saduran-saduran tadi sebagian tertulis dalam tembang atau dalam gancaran. Di Jawa, muncul sastra-sastra lama yang dipengaruhi Islam semisal Bratayuda, Serat Rama, Arjuna Sasrabahu.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Sering berisi keajaiban atau peristiwa yang tidak masuk akal. Terkadang juga berisi tokoh sejarah atau berkisar kepada suatu peristiwa yang sungguh terjadi. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Abu Nawas, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Sri Rama, Hikayat Jauhar Manikam, Hikayat si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Bakhtiar,
b. Babad yakni kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarahdi melayu sering disebut salasilah dan tambo.  Contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Giyanti, Sejarah Hasanudin, Salasilah perak, Sejarah Banten Rante-rante, Babad Cirebon dan lain-lain.
c. Suluk adalah kitab-kitab yang berisi ajaran tasawuf yang bersifat panteisme.Beberapa contoh dari kitab suluk seperti Suluk Sukarsa, dan Suluk Malang Sumirang. d. Primbon yaitu kitab bercorak kegaiban dan berisi  ramalan-ramalan, penentuan-penentuan hari  baik dan buruk, serta pemberian-pemberian makna kepada suatu kejadian.
e. Bentuk kesusastraan disebut kitab karena isinya ajaran-ajaran moral dan tuntunan hidup sesuai dengan syari’at dan adat, misalnya kitab manik maya, Kitab Anbiya, Kitab Taj al-Salatin,  Bustan al-Salatin.
Dibandingkan seni sastra zaman Hindu, hasil-hasil seni sastra zaman Islam tidak terlalu banyak yang sampai kepada kita. Hal ini disebabkan seni sastra daerah belum mampu sebagai tempat menyimpan, mengabadikan, melangsungkan dan meneruskan hasil-hasil karya karangan sastra zaman Islam kepada kita.
3.      Seni Bagunan (Arsitektur)
Seni bangunan yang bercorak Islami jarang sekali dijumpai di Indonesia. Hampir tidak ada bangunan Islam di Indonesia yang menunjukkan keagungan Islam yang setaraf dengan bangunan bersejarah yang ada di negara Islam lainnya. Disamping itu, Indonesia tidak memiliki satu corak tersendiri seperti Ottoman Style, India style dan Syiro Egypt style, meskipun Islam telah lima abad ada di Indonesia.
Model bangunan Islam pada saat itu masih sangat kental dengan aplikasi, bahkan peniruan model bangunan Hindu Budha. Hal ini dapat dilihat pada model-model masjid dan beberapa perlengkapannya, seperti: menara masjid, atap tumpang dan beduk raksasa yang semuanya adalah mengaplikasi bentuk budaya Hindu dan Budha.
Pasca kemerdekaan, Indonesia dapat berhubungan dengan bangsa yang lain, maka sedikit demi sedikit unsur-unsur lama dapat dihilangkan. Atap tumpang yang sangat identik dengan bangunan hindu Budha dimodifikasi dengan kubah dari masjid timur tengah atau India, misalnya Masjid Kutaraja yang didirikan oleh Belanda tahun 1878. Selain itu, masjid-masjid di Indonesia dalam perkembangannya banyak meniru model-model masjid Negara Islam lainnya. Seperti Masjid Syuhada yang ada di yogyakarta yang menyerupai Taj Mahal India, masjid Istiqlal yang menyerupai ottoman style yang ada di Byzantium dan masjid Al-Tien (di TMII) yang meniru model bangunan India.

4.      Seni Ukir
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Berkata Said ibn Hasan: “Ketika saya bersama dengan Ibn Abbas datang seorang laki-laki, ia berkata: “Hai Ibn Abbas, aku hidup dari kerajinan tanganku, membuat arca seperti ini.” Lalu Ibn Abbas menjawab, “Tidak aku katakan kepadamu kecuali apa yang telah ku dengar dari Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Siapa yang telah melukis sebuah gambar maka dia akan disiksa Tuhan sampai dia dapat memberinya nyawa, tetapi selamnya dia tidak akan mungkin memberinya nyawa.” Hadits di atas secara eksplisit melarang melukis apapun yang menyerupai makhluk yang hidup, apalagi manusia.
Pada masa-masa awal Islam di Indonesia, ternyata larangan ini diikuti, meskipun di Persi dan India hal itu tidak dihiraukan. Oleh sebab itu, ketika Islam baru datang ke Indonesia, terutama ke Jawa, ada kehati-hatian para penyiar agama. Banyak candi-candi besar, -termasuk candi Borobudur- ditimbun dengan tanah (baru  kemudian pada zaman Belanda ditemukan dan di gali kembali) supaya tidak mengganggu para muallaf.
Kesenian ukir harus disamarkan, sehingga seni ukir dan seni patung menjadi terbatas kepada seni ukir hias saja. Untuk seni ukir hias, orang mengambil pola-polaberupa daun-daun, bunga-bunga, bukit-bukit, pemandangan, garis-garis geometri, dan huruf Arab. Pola ini kerap digunakan untuk menyamarkan lukisan makhluk hidup (biasanya binatang), bahkan juga untuk gambar manusia. Menghias masjid pun ada larangan, cukup tulisan-tulisan yang mengingatkan manusia kepada Allah dan Nabi serta firman-firman-Nya. Salah satu masjid yang dihiasi dengan ukiran-ukiran adalah Masjid Mantingan dekat Jepara berupa pigura-pigura yang tidak diketahui dari mana asalnya (pigura-pigura itu kini dipasangkan pada tembok-tembok masjid). 
Ukiran ataupun hiasan, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang. Gapura-gapura banyak dihiasi dengan pahatan-pahatan indah, seperti gapura di Tembayat (Klaten) yang dibuat oleh Sultan Agung Mataram (1633), sedangkan hiasan yang mewah terdapat pada gapura di Sendang duwur yang polanya terutama berupa gunung-gunung karang, didukung oleh sayap-sayap yang melebar melingkupi seluruh pintu gerbangnya, dibawah sayap sebelah kanan tampak ada sebuah pola yang mengandung makna berupa sebuah pintu bersayap. 
sumber : https://tenscience2history.wordpress.com

0 komentar: